IST
Oleh : Ahluwalia
Nasional - Jumat, 22 Oktober 2010 | 12:00 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Wakil Presiden Boediono mulai berani melawan isyarat reshuffle Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ada apa?
Para pengamat ekonomi-politik melihat Wapres jelas punya agenda ideologis yakni neoliberalisme yang didukung IMF/World Bank. Adapun SBY ialah seorang nasionalis yang pragmatis, yang sangat tergantung dukungan asing untuk berkuasa karena tak punya perspektif ekonomi-politik. Keberanian Boediono melawan SBY menunjukkan ada perbedaan persepsi dan perspektif ekonomi-politik kedua pemimpin Kabinet Indonesia Bersatu II itu.
"Keduanya berbeda secara persepsi maupun perspektif ekonomi-politiknya. Boediono dan Mafia Berkeley sudah berani memberi sinyal melawan SBY dalam soal reshuffle karena dia merasa dapat dukungan IMF/World Bank, meski sejatinya Boediono dan Mafia Berkeley itu pepesan kosong juga," kata pengamat ekonomi-politik Frans Aba, kandidat PhD di National University of Malaysia.
Frans menambahkan Boediono yang terkesan klemar-klemer (lemah lembut) itu jelas punya ambisi dan agenda tersendiri, yang bisa menyerimpet SBY melalui jaringan asing Neolibnya.
"Boediono tahu bahwa SBY peragu dan lemah, sehingga Boediono yakin SBY mudah ditekuknya," kata Frans.
Silang pendapat agaknya terjadi antara Presiden SBY dengan Wakil Presiden Boediono soal reshuffle kabinet. SBY bilang pergantian menteri bisa saja terjadi, Boediono sebaliknya.
Boediono menolak reshuffle karena dampak yang bisa ditimbulkan dari gonta-ganti menteri, pembangunan yang selama ini dirancang dan berjalan bisa terganggu. Lain soal jika Indonesia sudah tergolong negara maju seperti Jepang.
Pernyataan mantan Gubernur Bank Indonesia ini dilontarkan dalam ramah tamah dengan warga negara Indonesia di Kedutaan Besar RI di Cina, Beijing, Rabu 20 Oktober 2010.
Penolakan Boediono terhadap perombakan kabinet itu terlihat tidak seperti gaya yang dipakainya selama ini yang kalem dan tenang. Kali ini mantan Gubernur Bank Indonesia ini tidak manut, dan mulai berani 'melawan' Presiden SBY secara terbuka. [nic]
Para pengamat ekonomi-politik melihat Wapres jelas punya agenda ideologis yakni neoliberalisme yang didukung IMF/World Bank. Adapun SBY ialah seorang nasionalis yang pragmatis, yang sangat tergantung dukungan asing untuk berkuasa karena tak punya perspektif ekonomi-politik. Keberanian Boediono melawan SBY menunjukkan ada perbedaan persepsi dan perspektif ekonomi-politik kedua pemimpin Kabinet Indonesia Bersatu II itu.
"Keduanya berbeda secara persepsi maupun perspektif ekonomi-politiknya. Boediono dan Mafia Berkeley sudah berani memberi sinyal melawan SBY dalam soal reshuffle karena dia merasa dapat dukungan IMF/World Bank, meski sejatinya Boediono dan Mafia Berkeley itu pepesan kosong juga," kata pengamat ekonomi-politik Frans Aba, kandidat PhD di National University of Malaysia.
Frans menambahkan Boediono yang terkesan klemar-klemer (lemah lembut) itu jelas punya ambisi dan agenda tersendiri, yang bisa menyerimpet SBY melalui jaringan asing Neolibnya.
"Boediono tahu bahwa SBY peragu dan lemah, sehingga Boediono yakin SBY mudah ditekuknya," kata Frans.
Silang pendapat agaknya terjadi antara Presiden SBY dengan Wakil Presiden Boediono soal reshuffle kabinet. SBY bilang pergantian menteri bisa saja terjadi, Boediono sebaliknya.
Boediono menolak reshuffle karena dampak yang bisa ditimbulkan dari gonta-ganti menteri, pembangunan yang selama ini dirancang dan berjalan bisa terganggu. Lain soal jika Indonesia sudah tergolong negara maju seperti Jepang.
Pernyataan mantan Gubernur Bank Indonesia ini dilontarkan dalam ramah tamah dengan warga negara Indonesia di Kedutaan Besar RI di Cina, Beijing, Rabu 20 Oktober 2010.
Penolakan Boediono terhadap perombakan kabinet itu terlihat tidak seperti gaya yang dipakainya selama ini yang kalem dan tenang. Kali ini mantan Gubernur Bank Indonesia ini tidak manut, dan mulai berani 'melawan' Presiden SBY secara terbuka. [nic]
0 comments:
Posting Komentar