(Foto: thinkstock)
Untuk memeringkat kota tersehat dan terburuk ini, Kementerian Kesehatan membuat 24 indikator kesehatan yang digunakan untuk menilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) di tiap kota dan kabupaten.
Dengan menggunakan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007-2008, penilaian kota sehat kali ini menggunakan rumusan IPKM yang baru ada tahun 2010.
Sebelumnya data kesehatan masih bersifat menyeluruh dan belum ada data rinci tiap kota dan kabupaten. Dengan adanya IPKM ini memudahkan pemerintah pusat untuk mengalokasikan dana kesehatan tiap kota atau kabupaten berdasarkan peringkat kesehatannya.
"Semakin jelek peringkat kesehatan kotanya, maka dana yang diberikan akan semakin besar," kata Dr dr Trihono, M,Sc., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemkes RI, dalam acara temu media di Gedung Kemkes, Jakarta, Jumat (26/11/2010).
Menurut Dr Trihono, penetapan peringkat kota dan kabupaten sehat ini akan dijadikan bahan untuk advokasi ke pemerintah daerah agar terpicu untuk menaikkan peringkatnya, sehingga sumber daya dan program kesehatan diprioritaskan.
Penetapan peringkat ini didasarkan pada 24 indikator kesehatan, yaitu balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan pendek, balita sangat kurus dan kurus, balita gemuk, diare, pnemonia, hipertensi, gangguan mental, asma, penyakut gigi dan mulut, disabilitas, cedera, penyakit sendi, ISPA, perilaku cuci tangan, merokok tiap hari, air bersih, sanitasi, persalinan oleh tenaga kesehatan, pemeriksaan neonatal 1, imunisasi lengkap, penimbangan balita, ratio dokter per Puskesmas dan ratio bidan per desa.
"Meski kesehatan berhubungan erat dengan kemiskinan, tetapi belum tentu kota yang miskin tingkat kesehatannya buruk dan sebaliknya belum tentu kota kaya kesehatannya selalu baik," jelas Prof Purnawan Junadi, Guru Besar FKM UI.
Beberapa contoh kota kabupaten yang miskin tapi dengan peringkat kesehatan baik misalnya adalah Bitung dan Sorong, sedangkan kota non-miskin namun bermasalah dalam kesehatan contohnya adalah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
"Hal ini biasanya terjadi karena kebanyakan kota kabupaten dengan tingkat perekonomian yang baik terlalu mengejar sektor kuratif (pengobatan). Mereka lebih memikirkan membangun rumah sakit dan dokter spesialis, tetapi tidak memikirkan hal-hal sederhana seperti usaha pencegahan dan bidan-bidan yang lebih akrab dengan masyarakat," jelas Prof Pur lebih lanjut.
Dari 440 kabupaten dan kota berdasarkan Riskesdas 2007, diperoleh peringkat masing-masing kota dan kabupaten dengan tingkat kesehatan terbaik hingga terburuk.
Kota Magelang merupakan kota dengan peringkat paling tinggi atau kota paling sehat, sedangkan Pengunungan Bintang merupakan kabupaten dengan indikator kesehatan paling buruk di seluruh Indonesia.
Peringkat 10 teratas kota dan kabupaten dengan nilai indikator kesehatan paling tinggi atau kota paling sehat:
1. Kota Magelang (Jateng)
2. Gianyar (Bali)
3. Kota Salatiga (Jateng)
4. Kota Yogyakarta
5. Bantul (Yogyakarta)
6. Sukoharjo (Jateng)
7. Sleman (Yogyakarta)
8. Balikpapan (Kaltim)
9. Kota Denpasar (Bali)
10. Kota Madiun (Jatim)
Peringkat 10 terbawah kota dan kabupaten dengan nilai indikator kesehatan paling buruk adalah:
1. Mappi (Papua)
2. Asmat (Papua)
3. Seram Bagian Timur (Maluku)
4. Yahukimo (Papua)
5. Nias Selatan (Sumut)
6. Paniai (Papua)
7. Manggarai (NTT)
8. Puncak Jaya (Papua)
9. Gayo Iues (Aceh)
10. Pegunungan Bintang (Papua)
(mer/ir)
0 comments:
Posting Komentar